Kali ini kita akan membahas tentang bagaimana peradaban Islam pada masa khulafaurrasyidin. Special Thanks to BUNDA (Tut Wuri Handayani), MILA (Radhiyatul Jamilah) dan KIKI (Reskiawati) yang telah menyelesaikan makalah ini. Selamat membaca semoga bermanfaat dan terimakasih untuk tidak melakukan plagiarism.
BAB II
TINJAUAN
TEORI
PERADABAN
ISLAM PADA MASA KHULAFAURRASYDIN
A.
MASA KHULAFAURRASYIDIN
Rasulullah
SAW wafat tanpa meninggalkan wasiat kepada seseorang untuk menneruskan
kepemimpinannya walaupun agak mengejutkan tetapi nabi muhammad saw telah
mengalami gangguan kesehatan sekurang kurangnya selama tiga bulan. Maka
timbullah masalah suksesi yang mengakibatkan suasana politik ummat islam
menjadi sangat tegang . padahl semasa hidupnya, nabi bersusah payah dan
berhasil membina persaudaraan sejati yang kokoh diantarasesama pengikutnya,
yaitu antara kaum muhajirin dan anshar. Dilambatkannya pemakaman jenazah
beliau, menggambarkan betapa gawatnya krisis suksesi itu . ada tiga golongan
yang bersaing keras dalam perebutan kepemimpinan ini yaitu Anshar, Muhajirin
dan keluarga Hasyim.
Dalam
pertemuan di balai pertemuan Bani Saidah di madinah, kaum anshar mencalonkan Sa’ad bin Ubadah, pemuka Khazraj, sebagai pemimpin
ummat. Sedangkan Muhajirin mendesak Abu Bakar sebagai calon
mereka karena ia di pandang yang paling layak untuk menggantikan Nabi. Di pihak
lain terdapat sekelompok orang yang menghendaki Ali ibn Abi Talib, karena Nabi
telah menunjuk secara terang terangan sebagai penggantinya, di samping Ali
adalah menantu dan kerabat Nabi.
Masing-masing golongan merasa merasa paling berhak
menjadi penerus nabi namun berkat tindakan tegas dari tiga orang yaitu abu
bakar as-shiddiq, umar ibn khattab dan abu ubaidah ibn jarrah yang dengan
melakukan semacam kudeta (coup d’etat) terhadap
kelompok memaksa abu bakar sendiri sebagai deputi Nabi. Dengan semangat ukhwah islamiyah
terpilihlah Abu Bakar.
Menurut Fachruddin, Abu Bakar terpilih untuk memimpin kaum Muslimin setelah Rasulullah, disebabkan beberapa hal:
1. Dekat dengan Rasulullah baik dari ilmunya maupun persahabatannya.
2. Sahabat yang sangat dipercaya oleh Rasulullah.
3. Dipercaya oleh rakyat, sehingga beliau mendapat gelar As–Siddiq. Orang yang sangat dipercaya.
4. Seorang yang dermawan.
5. Abu Bakar adalah sahabat yang diperintah Rasulullah SAW menjadi Imam Shalat jama’ah.
6. Abu Bakar adalah orang yang pertama memeluk Islam (Fachruddin,1985:1920)
Dengan berbagai alasan dia memang merupakan pilihan
ideal dia sejak pertama menjadi sahabat nabi dan juga dialah orang yang paling
memahami jalan pikiran beliau. Ia adalah sahabat yang paling meamahami risalah
Muhammad, bahkan ia merupakan kelompok as-sabiqun al-awwalun yang memperoleh
gelar Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Abu bakar bergelar “khafilah Rasulullah” meskipun
dalam hal ini perlu di jelaskan bahwa kedudukan nabi sesungguhnya tidak akan
pernah tergantikan, karena tidak ada seorang pun yang menerima ajaran Tuhan sesudah Muhammad. Sebagai penyampai wahyu yang diturunkan dan
sebagai utusan Tuhan yang tidak dapat dia ambil alih oleh seseorang. Sepeninggal Rasulullah, empat orang pengganti beliau adalah para
pemimpin yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan mengembangkan
dasar-dasar tradisi dari sang guru agung bagi kemajuan Islam dan ummatnya. Oleh karena itu, gelar al-khulafa ar-rasyidin yang mendapat
bimbingandi jalan lurus diberikan kepada mereka.
1.
ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ (11-13 H/632-634 M)
Nama lengkapnya
ialah Abdullah bin Abi Quhafa At-Tamimi. Di zaman pra Islam bernama Abdul Ka’bah, kemudian di ganti oleh nabi
menjadi Abdullah. Ia termasuk salah seorang
sahabat nabi yang utama dan
dijuluki Abu Bakar (bapak pemagi) karena beliau adalah orang yang pagi-pagi betul (paling awal) memeluk ajaran Islam. Gelarnya Assiddiq di perolehnya karena ia dengan segera
membenarkan nabi dalam berbagai peristiwa, terutama isra’ mi’raj. Nabi sering
kali menunjuknya untuk mendampinginya disaat-saat penting atau jika
berhalangan, rasul mempercayainya sebagai pengganti untuk menangani tugas-tugas
keagamaan dan atau mengurusi persoalan-persoalan aktual di Madinah. Pilihan ummat pada tokoh ini sangatlah tepat.
Hal yang menarik
dari Abu Bakar yaitu bahwa pidato inaugurasi yang disampaikannya
sehari setelah pengangkatanya menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu
Bakar terhadap nilai-nilai islam dan strategi meraih keberhasilan tertinggi
bagi ummat sepeninggal Rasulullah. Adapun kutipan pidato yang disampaikan Abu
Bakar
“ wahai manusia! Aku telah diangkat untuk
mengendalikan urusanmu, padahal akuu bukanlah orang yang terbaik di antaramu.
Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka
luruskanlah! Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat
mengembalikan haknya kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku
taat pada Allah dan Rasulnya, namun bilamana aku tiada mematuhhi Allah dan
Rasulnya, kamu tidaklah perlu
menaatiku.”
Terpilihnya Abu
Bakar telah membangun kembali kesadaran dan tekad ummat untuk bersatu
melanjutkan tugas mulia Nabi. Ia menyadari bahwa kekuatan kepemimpinannya
bertumpu pada komunitas yang bersatu ini, yang pertama kali menjadi perhatian khalifah
adalah merealisasikan keinginan Nabi yang hampir
tidak terlaksana yaitu mengirikan ekspedisi ke perbatasan Suriah di bawah pimpinan Usamah. Hal tersebut di lakukan untuk membalas
pembunuhan ayahnya, Zaid, dan kerugian yang di derita oleh ummat Islam dalam perang mu;tah. Sebagian sahabat menentang
keras rencana ini, tetapi khalifah tidak peduli nyatanya ekspedisi itu sukses
dan membawa pengaruh positive bagi ummat Islam, khususnya di dalam membangkitkan kepercayaan
diri mereka yang nyaris pudar.
Wafatya Nabi mengakibatkan beberapa masalah bagi masyarakat
muslim beberapa orng arab yang lemah imannya justru menyatakan mrtad, yaitu
keluar dari Islam. Mereka melepaskan kesetiaan dan menolak
memberikan baiat kepada khalifah yang baru dan bahkan menentang agama Islam, karena mereka menganggap bahwa
perjanjian-perjanjian yang di buat dengan sendirinya batal karena kematian Nabi. Mereka adalah orang- orang yang baru memasuki Islam belum cukup waktu bagi Nabi dan para sahabatnya untuk mengajari mereka
prinsip-prinsip keimanan dan ajaran islam karena dalam waktu beberapa bulan
tidaklah mungkin dapat mengatur pendidikan yang efektif untuk masyarakat yang
tersebar di wilayah-wilayah yang sangat luas dengan sarana komunikasi yang sangat minim pada saat itu.
Gerakan melepas kesetiaan tersebut disebut riddah
yang berarti murtad, berarti beralih agama dari Islam ke kepercayaan semula, secara politis merupakan
pembangkangan (distortion) terhadap
lembaga khalifah. Sikap mereka adalah perbuatan makar yang melawan agama dan
pemerintah sekligus.
Oleh karena itu,
khalifah dengan tegas melancarkan operasi pembersihan terhadap mereka.
Mula-mula hal itu dimaksudkan sebagai tekanan untuk mengajak mereka kembali ke
jalan yang benar,
lalu berkembang menjadi perang merebut kemenangan. Tindakan pembersihan juga di
lakukan untuk menumpas nabi-nabi palsu
dan orang-orang yang enggan membayar zakat.
Selama tahun-tahun
terakhir kehidupan Nabi saw telah muncul nabi-nabi palsu di wilayah Arab bagian selatan dan tengah. Yang pertama mengaku
dirinya memegang peran kenabian muncul di Yaman, ia bernama Aswad Ansi. Berikutnya ialah
Musailamah Al-Kadzab, yang menyatakan bahwa nabi Muhammad telah mengangkat
dirinya sebagai mitra (partner) di dalam keNabian. Penganggap lainnya adalah Tulaihah dan Sajjah
Ibnu Haris, seorang wanita Dari Arab tengah.
Adapun
orang-orang yang tidak mau membayar karena mereka mengnggap bahwa zakat adalah
serupa pajak yang dipaksakan dan penyerahannya ke perbendaaharaan pusat di Madinah yang sama artinya dengan ‘penurunan kekuasaan’
suatu sikap yang tidak disukai oleh suku-suku Arab karena bertentangan dengan
karakter mereka yang independen.
Penumpasan pada
orang-orang murtad dan para pembangkang tersebut terutama setelah mendapat
dukungan dari suku gatafan yang kuat ternyata banyak menyita konsentrasi khalifah, baik secara
moral maupun politik. Situasi keamanan negara Madinah menjadi kacau sehingga banyak sahabat,
tidak terkecuali Umar yang dikenal keras menganjuarkan bahwa dalam
keadaan yang sangat kritis lebih baik jika mengikuti kebijakan yang lunak.
Terhadap ini khalifah menjawab dengan marah; “ kalian begitu keras dimasa
jahiliah, tetapi sekarang setelah islam, kalian menjadi lemah. Wahyu-wahyu
Allah telah berhenti dan agama kita telah memperoleh kesempurnaan. Kini haruskah
islam dibiarkan rusak dalam masa hidupku? Demi Allah, seandainya mereka menahan
sehelai benang pun (dari zakat) saya akan memerintahkan untuk memerangi
mereka.”
Dalam memerangi
kaum murtad, dari kalangan kaum mislimin banyak “hafidz” yang tewas.
Dikarenakan merupakan penghafal bagian-bagian al-Qur’an, Umar cemas jika angka kematian itu bertambah, yang
berarti beberapa bagian lagi dari al-Qur’an akan musnah oleh karena itu ia menasihati Abu Bakar untuk membuat suatu kumpulan al-Qur’an. Mulanya khalifah agak ragu untuk melakukan
tugas ini karena tidak menerima otoritas
dari Nabi, tetapi
kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid bin Tsabit. Menurut jalaluddin As-Suyuti bahwa perkumpulan al-Qur’an ini termasuk salah satu jasa besar dari khalifah
Abu Bakar.
Peperangan
melawan para pengacau tersebut meneguhkan kembali khalifah Abu Bakar sebagai “penyelamat islam” yang berhasil
meyelamatkan Islam dari kekacauan dan kehancuran, dan membuat agama
itu kembali
memperoleh kesetiaan dari seluruh jazirah Arab. Sesudah memulihkan ketertiban didalam negeri,
Abu Bakar lalu mengalihkan perhatiannya untuk memperkuat
perbatasan dengan wilayah Persia dan Bizantium yang akhirnya menjurus kepada
serangkaian peperangan melawan kedua kekaisaran itu.
Tentara Islam di bawah pimpinan Ussanna dan Khliad bin Waalid dikirim ke Irak dan menaklukkan Hiraah. Sedangkanke Syiria, suatu negara di utara Arab yang dikuasai Romawi Timur (bizantium), Abu Bakar mengutus empat panglima, yaitu Abu Ubaidah, Yazid bin Abi Sufyn, Amr bin Ash dan Syurahbil. Ekspedisi syiria ini memang sangat besar
artinya dalam konstalasi politik ummat islam karena daerah protektorat itu merupakan front terdepan wilayah kekuasaan Islam dengan Romawi Timur. Dengan bergolaknya tanah Arab pada saat menjelang dan sesudah wafatnya Nabi, impian bangsa Romawi untuk menghancurkan dan menguasai agama Islam hidup kembali. Mereka menyokong sepenuhnya
pergolakan itu serta melindungi orang-orang yang berani berbuat makar terhadap
pemerintahan Madinah.
Dalam peristiwa Mu’tah,
bangsa Romawi
bersekongkol dengan suku-suku Arab pedalaman (badui) dan orang Persia memberikan dukungan yang aktif kepada mereka
untuk melawan kaum muslimin.
Ketika pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan Hijrah, dan telah meraih beberapa kemenangan yang dapat
memberikan kepda mereka beberapa kemungkinan besar bagi keberhasilan
selanjutnya, Khalifah Abu Bakar meninggal dunia pada hari senin, 23 agustus 624
M setelah kurang lebih selama 15 hari terbaring di tempat tidur. Ia berusia 63
tahun dan kekhalifahannya berlangsung 2 tahun 3 bulan 11 hari.
2.
UMAR BIN KHATHTHAB (13-23 H/634-644 M)
Nama lengkap dari Umar bin Khattab adalah Umar bin Khaththab bin Naufal keturunan Abdul Uzza Alquraisy dari suku Adi,
salah satu suku yang terpandang mulia. Umar di lahirkan di Mekah empat tahun
sebelum kelahiran Nabi ia adalah seorang yang berbudi luhur, fasih dan
adil serta pemberani. Ia
ikut memelihara ternak ayahnya, dan
berdagang higga ke Syiria,. Ia juga di percaya oleh suku bangsanya, Quraisy untuk berunding dan mewakilinya jika ada persoalan
dengan suku-suku lain. Umar masuk Islam pada tahun kelima setelah keNabian, dan menjadi salah satu sahabat terdekat Nabi serta dijadikan sebagai tempat rujukan oleh Nabi mengenai hal-hal yang penting. Ia dapat memecahkan masalah yang rumit
tentang siapa yang berhak mengganti Rasulullah dalam memimpin ummat seetelah wafatnya Rasulullah. Dengan memilih dan membaiat Abu Bakar sebagai khalifah Rasulullah sehingga ia mendapat penghormatan yang
tinggi dan dimintai nasihatnya serta menjadi tangan kanan khalifah yang baru
itu. Sebelum meninggal dunia, Abu Bakar telah menunjuk Umar bin Khattab menjadi penerusnya. Rupanya masa dua tahun bagi
khalifah Abu Bakar belumlah cukup menjamin stabilitas keamanan terkendali, maka
penunjukan ini di maksudkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan di
kalangan ummat Islam,
ketika Umar telah menjadi khalifah, ia berkata kepada ummatnya “
orang-orang Arab
seperti halnya seekor unta yang keras kepala dan ini akan bertalian dengan
pengendara di mana jalan yang akan di lalui, denga nama Allah, begitulah aku akan menunjukkan kepada kamu ke
jalan yang harus engkau lalui.”
Meskipu peristiwa di angkatnya Umar sebagai khalifah itu merupakan fenomena yang baru,
tetapi haruslah di catat bahwa proses peralihan kepemimpinan tetap dalam bentuk
musyawarah, yaitu berupa usulan atau rekomendasi dari Abu Baakar yang di serahkan
kepada persetujuan ummat Islam. Untuk menjajahi pendapat umum, khalifah Abu Bakar melakukan serangkaian konsultasi terlebih dahuluu
dengan beberapa orang sahabat, antara lain Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin
Affan. Pada awalny terdapat berbagai
keberatan mengenai rencana pengangkatan Umar, sahabat Thalha misalnya, segera menemui Abu Bakar
untuk menyampaikan rasa kecewanya. Namun, karena Umar adalah orang yang paling tepat untuk menduduki
kursi kekhalifahan, maka pengangkatan Umar mendapat persetujuan dan bai’at dari semua anggota
masyarakat Islam.
Umar bin Khathathab menyebut dirinya “khalifah
khalifatti Rasulillah” (pengganti dari pengganti rasulullah). Ia juga mendapat
gelar Amir Al mu’minin (pemimpin orang–orang
beriman) sehubungan dengan penaklukan-penaklukan yang berlangsung pada masa pemerintahannya.
Ketika pembangkangan dalam negeri telah dikikis habis oleh khlifah Abu Bakar, dan Era
penaklukan militer telah dimulai maka khalifah mengnggap bahwa tugasnya yang
pertama adalah mensukseskan ekspedisi yang dirintis oleh pendahulunya. Belum lagi
genap satu tahun memerintah, Umar telah
menorehkan tinta emas dalam sejarah perluasan wilayah kekuasaan ini. Pada tahun
635 M, Damaskus yng merupakan ibu kota Syiria jatuh ketangan muslimin, setelah pertempuran
hebat di lembah Yarmuk
di sebelah timur anak sungai Yordania, pasukan Romawi yang terkenal kuat itu tunduk kepada
pasukan-pasukan Islam.
Keberhasilan pasukan Islam sebelumnya. Khallifah Abu Bakar telah mengirim pasukan besar di bawah Abu Ubaidah bin al Jarrah ke front Syiria. Ketika pasukan ini terdesak, Abu Bakar memerintahkan Khlid bin Walin yang sedang dikirim untuk memimpin pasukan ke
front Irak untuk
membantu pasukan di Syiria. Dengan gerakan secepat kilat Khalid menyebrangi gurun pasir luas
ke arah sSiria.
Ia bersama Abu Ubaidah bin Jarrah mendesak pasukan Romawi. Dalam keadaan genting itu wafatlah Khalifah Abu
Bakar, dan di ganti dengan Umar bin Khaththab. Khalifah yang baru itu mempunyai kebijaksanaan lain, Khalid yang dipercaya untuk memimpin pasukan dimasa Abu Bakar dihentikan oleh Umar dan diganti oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Hal itu tidak diberitahukan kepada pasukan
hingga selesai perang, dengn maksud agar tidak merusak konsentrasi dalam
menghadapi musuh Damaskus
jatuh kepada tengan
muslimin setelah dikepung selama tujuh hari. Pasukan muslim yang dipimpin oleh Abu Ubaidah melanjutkan penaklukan ke Hamah, Qinnisrin, Laziqiyah dan Aleppo. Surahbil dan
Amr bersama pasukannya meneruskan penaklukan atas Baysan dan Yerussalem, kota itu di kepung oleh pasukan
muslim selama empat bulan. Sehingga akhirnya dapat di taklukkan dengan syarat
harus khalifah Umar
sendiri yang menerima “kunci” kota itu, karena kekhawatiran mereka
terhadap pasukan muslim yang akan
menghancurkan gereja-gereja.
Dari Syiria, Pasukan kaum muslim melanjutkan langkah ke Mesir dan membuat kemenangan-kemenangan di wilayah Afrika bagian utara. Bangsa Romawi telah menguasai kota Mesir sejak tahun 30 sebelum masehi, dan menjadikan
wilayah subur itu sebagai sumber pemasok gandum terpenting bagi Romawi.
Berbagai macam pajak naik sehingga menimbulkan kekacauan di negeri yang pernah
diperintah oleh Raja Fir’aun itu. ‘Amr bin Ash meminnta izin Khalifah Umar
untuk menyerang wilayah itu, tetapi khalifah
masih ragu-ragu karena pasukan Islam masih terpencar di beberapa front pertempuran.
Akhirnnya permintaan itu di kabulkan juga oleh khalifah dengan mengirim 4.000
tentara ke Mesir
untuk membantu ekspedisi tersebut. Tahun 18 H pasukan muslimin mencapai kot
Aris dan mendudukinya tanpa perlawanan. Kemudian menundukkan pelusium (Al-Farama),
pelabuhan di pantai laut tengah yang merupakan pintu gerbang ke Mesir. Satu
bulan kota itu dikepung oleh pasukan muslimin dan dapat ditaklukkan pada tahun
19 H. satu demi satu kota-kota di Mesir ditaklukkan oleh pasukan muslimin. Kota
babilonion juga dapat ditundukkan pada tahun 20 H setelah 7 bulan terkepung.
Cyrus, pemimpin Romawi
di mesir mengajak
damai dengan pasukan Islam pimpinan ‘Amr setelah melihat kebesaran dan kesungguhan pasukan muslimin untuk
menguasai Mesir.
Iskandariah, ibu kota Mesir di kepung selama empat bulan sebelum ditaklukkan
oleh pasukan Islam
di bawah pimpinan Ubadah bin Samit yang dikirim oleh khalifah di front
peperangan Mesir.
Cyrus menandatangani perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian tersebut
berisi beberapa hal sebagai berikut.
a.
Setiap warga negara diinta untuk membayar pajak
perorangan sebanyak 2 dinar setiap tahun.
b.
Gencatan senjata akan berlangsung selama 7 bulan.
c.
Bangsa Arab akan tinggal di markasnya selama gencatan senjata dan pasukan
Yunani tidak akan menyerang Iskandariah dan harus menjauhkan diri dari permusuhan.
d. Ummat Islam tidak akan menghancurkan
gereja-gereja dan tidak boleh mencampuri urusan ummat Keristen.
e.
Pasukan tetap Yunani harus meninggalkan
Iskandariah dengan membawa harta benda dan uang, mereka akan membayar pajak perseorangan
selama satu bulan.
f.
Ummat Yunani harus tetap tinggal di Iskandariah.
g.
Ummat Islam harus menjaga 150 tentara Yunani dan 50 orang sipil sebagai sandera sampai batas
waktu dari perjanjian ini dilaksanakan.
Dengan jatuhnya Iskandariah maka sempurnalah penaklukan atas Mesir. Ibu kota negeri
itu dipindahkan ke kota baru yang bernama Fustat yang di bangun oleh ‘Amr bin Ash pada tahun 20
H. Masjid
Amr masih berdiri tegak di pinggiran
kota Kairo hingga
kini sebagai saksi sejarah yang tidak dapat di hilangkan. Dengan Syiria sebagai basis, gerak maju pasukan ke Armenia, Mesopotamia Utara, Georgia dan Azerbaijan menjadi
terbuka. Demikian juga serangan-serangan kilat terhadap Asia Kecil dilakukan
selama bertahun tahun setelah itu. Seperti halnya Yarmuk yang menentukan nasib
Syiria, perang Qadisiah pada tahun 637 M menentukan masa depan Persia. Khalifah Umar mengirim pasukan di bawah Sa’ad bin Abi Waqqas untuk menundukkan kota itu, kemenangan yang diraih
dikota itu membuka jalan bagi gerak Amju tentara muslim ke daratan Eufrat dan Tigris. Ibu
kota Persia,
Ctesiphon ( Madain ) yang letaknya di tepi sungai Tigris pada tahun itu juga dikuasai. Setelah dikepung selama dua bulan,
Yazdagrid III, raja Persia itu melarikan diri.
Pasukan Islam kemudian mengepung Nahawan dan menundukkan Ahwaz
pada tahun 22 H. tahun 641 M / 22 H seluruh wilayah
Persia sempurna dikuasai.
Isfahan juga di taklukkan, demikian juga Jurjan / Georgia dan Tabristan. Azerbaijan tidak luput dari kepungan
pasukan muslim. Orang-orang Persia yang jumlahnya jauh lebih besar dari tentara Islam, yaitu 6 banding 1 dapat di kalahkan sehingga
menyebabkan mereka menderita kerugian besar. Kaum muslimin menyebut sukses ini
dengan “kemenangan dari segala kemenangan” (
fathul futuh).
Perebutan atas kekuatan yang strategis tersebut
berlangsung dengan cepat dan memberi pretise di mata dunia. Suatu tenaga yang
tidak diperkirakan seakan-akan di gerakkan oleh kekuatan gaib telah meluluh
lantahkkan kerajaan Persia dan Romawi. Operasi-operasi militer yang ditaklukkan oleh Kahlid bin Walid, ‘Amr bin Ash dan lain-lain di Irak, Syiria, dan Mesir termasuk yang paling gemilang dalam sejarah ilmu
siasat perang dan tidak kalah jika dibandingkan dengan Napoleon, Hanibal, atau
Iskandar Zulkarnain.
Pusat kekuasaan Islam di Madinah mengalami perkembangan yang pesat, bersamaan
dengan keberhasilan ekspansi. Khalifah Umar telah berhasil membuat dasar-dasar bagi suatu
pemerintahan yang handal utuk melayani tuntutan masyarakat baru untuk berkembang.
Umar mendirikan beberapa Dewan membangun baitul mal,
mencetak mata uang, memebentuk kesatuan tentara untuk melindungi daerah tanpa
batas, mengatur
gaji, mengangkat para hakim dan menyelenggarakan “hisbah”.
Khalifah Umar juga meletakkan prinsip-prinsip demokratis dalam
pemerintahannya dengan membangun jaringan pemerintahan sipil yang sempurna.
Kekuasaan Umar
mnjamin hak yang sama bagi setiap warga negara. Kekhalifahan bagi Umar tidak memberikan hak istimewa tertentu. Tiada istana
atau pakaian kebesaran tertentu baik untuk Umar sendiri maupun untuk bawahannya sehingga tidak ada
perbedaan antara penguasa dan rakyat, dan mereka setiap waktu dapat dihubungi
oleh rakyat. Kehidpan khalifah memang merupakan jelmaan yang hidup dari prinsip-prinsip
egaliter dan demokratis yang harus dimiliki oleh seorang kepala negara.
Ia dikenal bukan saja pandai menciptakan peraturan baru tapi juga
memperbaiki dan mengkaji ulang terhadap kebijaksanaan yang telah ada jika itu
diperlukan demi tercapainya kemaslahatan ummat Islam. Misalnya mengenai kepemilikan tanah-tanah yang diperolah
dari satu peperangan (ganimah).
Khalifah Umar
membiarkan tanah digarap oleh pemiliknya sendiri di negeri yang telah ia
taklukkan dan melarang kaum muslimin untuk memilikinya karena mereka menerima
tunjangan dari baitul mal atau gaji dari prajurit yang masih aktif. Sebagai gantinya,
atas tanah itu dikenakan pajak (al Kharaj).
Begitu pula Umar meninjau kembali bagian bagian zakat yang
diperuntukkan kepada orang yang dijinakkannya hatinya mengenai syaarat-syarat
pemberiannya. Khalidah Umar memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan 4 hari. Kematiannya
sangat tragis, seorang budak bangsa Persia bernama Fairuz atau Abu Lu’luah secara tiba-tiba menyerang
dengan tikaman pisau tajam kearaah khalifah yang akan mendirikan shalat shubuh
yang telah di tunggu oleh jama’ahnya di masjid Nabawi di pagi buta itu. Khalifah terluka parah, dari
pembaringannya ia mengangkat “syura” (komisi pemilihan) yang akan memilih
penerus tongkat kekhalifahannya. Khalifah Umar wafat tiga hari setelah peritiwa penikaman atas
dirinya, yakni 1 muharram 23 H/644 M.
3.
UTSMAN BIN AFFAN (23-36 H/644-656 M)
Khalifah ketiga adalah Utsman bin Affan yang memiliki
nama lengkap Utsman bin Affan bin Abil Ash bin Umayyaah dari suku Quraisy. Ia
memeluk Islam
karena ajakan Abu
Bakar, dan menjadi salah seorang sahabat dekat Nabi. Ia sangat kaya tetapi berlaku sederhana, dan
sebagian besar kekayaannya digunakann untuk kepentingan Islam. Ia mendapat julukan zun nurain yang berarti memiliki dua cahaya karena menikahi dua putri Nabi secara berurutan setelah yang satu meninggal, ia
juga merasakan penderitaan yang disebabkan oleh kaum Quraisy terhadap muslimin di Mekah, dan ikut hijrah ke Abesenia beserta istrinya. Utsman menyummbang 950
ekor unta dan 50 bagal serta 1000 dirham dalam ekspedisi melawan Bizantium di perbatasan Palestina. Ia juga membeli mata air orang-orang Romawi yang terkenal untuk selanjutnya di wakafkan bagi
kepentingan ummat Islam, dan pernah meriwayatkan hadits kurang lebih 150 hadits. Seperti
halnya Umar, Utsman di angkat menjadi khalifah melalui proses
pemilihan. Bedanya Umar di pilih atas penunjukan langsung sedangkan Utsman diangkat atas penunjukkan tidak langsung, yaitu
melewati badan syura yang dibentuk oleh Umar menjelang wafatnya.
Khalifah Umar membentuk sebuah komisi yang terdiri dari enam
orang calon, dengan perintah memilih salah seorang dari mereka untuk di angkat
menjadi khalifah baru. Mereka ialah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan
Abdullah ditambahkan kepada komisi enam itu, tetapi ia hanya mempunyai hak
pilih, dan tidak berhak dipilih.
Melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali, sidang
syura akhirnya memberi mandat
kekhalifahan kepada Utsman bin Affan. Masa pemerintahannya adalah yang
terpanjang dari semua khalifah di zaman para khalifah rasyidah, yaitu 12 tahun
tetapi sejarah mencatat tidak seluruh masa kekuasaannya menjadi saat yang baik
dan sukses baginya. Para penulis sejarah membagi zaman pemerintahan utsman
menjadi dua periode, yaitu 6 tahun pertama merupakan masa kejayaan
pemerintahannya dan tahun terakhir masa pemerintahan yang buruk.
Pada masa-masa awal pemerintahanya, Utsman melanjutkan sukses para pendahulunya, terutama
dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam. Daerah-daerah strategis yang sudah dikuasai Islam seperti Mesir dan Irak terus dilindungi dan
dikembangkan dengan melakukan serangkaian ekspedisi militer yang terencanakan
secara cermat dan simultan di semua front. Di Mesir pasukan muslim diinstruksikan untuk memasuki Afrika Utara. Salah satu
pertempuran penting disini ialah “zatis sawari” (peperangan tiang kapal) yang
terjadi di laut tengah dekat
kota Iskandariah, antara tentara Romawi di bawah pimpinan Kaisar Constantin dengan laskar muslim pimpinan Abullah bin Abi Sarah. Dinamakan perang kapal karena banyaknya
kapal-kapal perang yang digunakan dalam
peperangan tsb. Pasukan Islam berhasil mengusir pasukan lawan, pasukan Islam bergerak dari kota Basrah untuk menakklukkan sisa wilayah kerajaan sasan di
Irak, dan dari kota Kufah, gelombang kaum muslimin menyerbu beberpa
provinsi disekitar laut Kaspia.
Karya monumental Utsman lain yang dipersembahkan kepada ummat Islam ialah penyusunan kitab suci al-Qur’an. Penyusunan al-Qur’an di maksudkan untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan serius dalam
bacaan al-Qur’an.
disebutkan bahwa selama pengiriman ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan, perselisihan tentang bacaan al-Qur’an muncul dikalangan tentara muslim, dimana
sebagiannya direkrut dari Suriah dan sebagian yang lain dari Irak. Ketua dewan penyusunan al-Qur’an yaitu Zaid bin Tsabit, sedangkan yangg mengumpulkan tulisan-tulisan al-Qur’an antara lain Hafsah, salah seorang istri Nabi. Kemudian dewan itu membuat beberapa salinan
naskah al-Qur’an
untuk dikirim keberbagai wilayah kegubernuran
sebagai pedoman yang benar untuk masa selanjutnya.
Setelah melewati saat-saat yang gemilang pada paruh terakhir masa kekusanya, khalifah
Utsman menghadapi berbagai pemberontakan dan pembangkangan di dalam negeri yang
dilakukan oleh orang-orang yg kecewa terhadap tabiat khalifah dan beberapa
kebijaksanaan pemerintahannya. Tetapi, sebenarnya kekacauan itu sudah dimulai
sejak pertama tokoh ini terpilih menjadi khalifah. Utsman terpilih karena
sebagai calon konservatif, dia adalah orang yang baik dan shaleh, namun dalam
banyak hal kurang menguntungkan, karena Utsman terlalu terikat dengan kepentingan-kepentingan
orang Mekah,
khususnya kaum Quraisy
dari kalangan Bani
Umayyah. Kemenangan Utsman sekaligus adalah suatu kesempatan yang baik bagi kaum sanak saudaranya dari keluarga besar Bani Umayyah. Oleh karena itu utsman berada dalam pengaruh
dominasi seperti itu maka satu persatu kedudukan
tinggi kekhalifahan diduduki oleh anggota-anggota keluarga itu sendiri.
Kelemahan dan nepotisme telah membawa khalifah ke puncak
kebencian rakyat, yang pada bebrapa waktu kemudian menjadi pertikaiann yang mengerikan di
kalangan umat Islam.
Ketika Utsman
mengangkat Marwan bin Hakam, sepupu khalifah yang dituduh sebagai orang ynag
mementingkan diri sendiri dan suka intrik menjadi sekretaris utamanya, segera
timbul mositidak percaya dari rakyat. Begitu pula penempatan Muawiyah, Wlid bin Uqbah dan Abdullah bin Sa’ad
masing-masing menjadi Gubernur Suriah,
Irak, dan Mesir, sangat tidak disukai oleh umum. Ditambah lagi tuduhan-tuduhan keras bahwa kerabat khalifah memperoleh
harta pribadi dengan mengorbankan kekayaan umum dan tanah negara. Hakam ayah Marwan mendapatkan tanah fadah, Marwan sendiri menyalah gunakan harta baitul mal, Uawiyah mengambil alih tanah negara Suriah dan khalifah mengizinkan abdullah untuk
mengambil seperlima dari harta rampasan perang tripoi untuk dirinya dan
lain-lain.
Situasi politik di akhir masa pemerintaha Utsman benar-benar semakin mencekam. Bahkan juga
berbagai usaha yang bertujuan baik dan mempunyai alasan kuat untuk kemaslahatan
ummat disalahpahami dan melahirkan perawanan dari masyarakat. Kodifikasi al-Qur’an tersebut misalnya, yang dimaksudkan oleh khalifah
untuk menyelesaikan kesimpangsiuran bacaan al-Qur’an sehingga perbedaan serius mengenai kitab suci
dapat dihindari, telah mengundang kecaman yang sangat hebat melebihi dari apa
yang mungkin tidak diduga. Lawan-lawannya menuduh bahwa Utsman sama sekali tidak
mempunyai otoritas untuk menerapkan edisi al-Qur’an yang dibukukan itu. Dengan kata lain, mereka mendakwa Utsman secara tidak benar telah menggunakan kekuasaan
keagamaan yang tidak dimilikinya.
Terhadap berbagai kecaman tersebut, khalifah telah
berupaya untuk membela diri dan melakukan tindakan politis sebatas kemampuan.
Tentang pemborosan uang negara misalnya, Utsman menepis keras tduhan keji ini,
benar jika dikatakan ia banyak membantu saudara-saudaranya dari Bani Umayyah, tetapi itu diambil dari
kekayaan pribadinya sama sekali
bukan dari kas negara, bahkan khalifah tidak mengambil gaji yang menjadi haknya
pada saat menjabat khalifah, justru Utsman jatuh miskin. Selain karena harta yang ia miliki
digunakan untuk membantu
sanak familinya, juga karena seluruh waktunya dihabiskan untuk mengurusi
perasalahan kaum muslimin, sehingga tidak ada lagi kesempatan mengumpulkan harta seperti di masa sebelum menjadi khalifah.
Dalam hal ini Utsman berkata “pada saat pencapaianku menjadi khlifah,
aku adalah pemilik kambing dan unta yang paling banyak di Arab. Hari ini aku tidak memiliki kambing atau unta
kecuali yang digunakan dalam ibadah haji. Tentang penyokong mereka, aku memberikan kepada mereka
apapun yang dapat aku berikan dari milikku pribadi. Tentang harta kekayaan negara,
aku menganggapnya tidak halal baik bagi diriku sendiri maupu orang lain. Aku
tidak mengambil apapun dari kekayaan negara, apa yang aku makan adalah ahasil
nafkahku sendiri”
Rasa tidak puas terhadap khalifah Utsman semakin besar
dan menyeluruh. Di Kufah dan Basrah, yang dikuasai oleh Talhah dan Zubair,
rakyat bangkit menentang gubernur yang diangkat oleh khalifah. Hasutan yang
lebih keras terjadi di Mesir, selain ketidak setiaan rakyat terhadap Abdulah bin Sa’ad, saudara angkat khalifah, sebagai
pengganti gubernur ‘Amr bin Ash juga karena konflik soal pembagian ghanimah pemberontakan berhasil
mengusir gubernur
yang diangkat khalifah, lalu mereka yang terdiri dari 600 orang Mesir itu
berarak-arakan menuju ke Madinah. Para pemberontak dari Basrah dan Kufah bertemu dan menggabungkan diri dengan kelompok
dari Mesir.
Wakil-wakil mereka menuntut khalifah untuk mendengarkan keluhan mereka.
Khalifah menuruti kemauan mereka dengan mengangkat Muhammad bin Abu Bakar sebagai gubernur di Mesir. Mereka merasa puas atas kebijaksanaan khalifah
tersebut dan pulang ke negeri masing-masing. Akan tetapi, ditengah jalan para
pemberontak menemukan surat yang dibawa oleh utusan khusus yang menerangkan
bahwa para wakil itu harus di bunuh
setelah sampai di Mesir.
Menurut mereka surat itu ditulis oleh Marwan bin Hakam, sekertaris khalifah sehingga mereka meminta Marwan diserahkan pada pemberontak. Tuntutan itu di penuhi oleh khalifah. Sedangkan Ali bin
Abi Thalib ingin menyelesaikan persoalan tersebut dengan jalan damai, tetapi
mereka tidak
dapat menerimanya. Mereka mengepung rumah khalifah, dan membunuhnya ketika
khalifah Utsman sedang membaca Al-Qur’an, pada tahun 35 H/17 M. Akan tetapi, menurut Lewis, pusat oposisi sebenarnya adalah di Madinah sendiri. Di sini Thalhah, Zubair, dan Amr
membuat perlawanan rahasia melawan khalifah, dengan memanfaatkan para pemberontak
yang datang ke Madinah
untuk
melampiaskan rasa dendamnya yang meluap-luap itu.
4. ALI BIN ABI THALIB (36-41 H/656-661 M)
Khalifah keempat adalah Ali bin Abi Thalib. Ali adalah
keponakan dan menantu Nabi. Ali adalah putra Abi thalib bin Abdul Muthalib. Ia adalah sepupu
Nabi yang telah ikut bersamanya sejak bahaya kelaparan mengancam kota Mekah, demi untuk membantu keluarga pamannya. Abbas, paman Nabi yang lain membantu Abu Thalib dengan memelihara ja’far, anak Abu Thalib yang lain. Ia telah masuk Islam pada usia
yang sangat muda. Ketika Nabi menerima wahyu yang pertama, menurut Hasan Ibrahim, Hasan Ali berumur 13 tahun, atau 9 tahun menurut Mahmudunassir. Ia menemani Nabi dalam perjuangan menegakkan Islam, baik di Mekah maupun di Madinah, dan ia diambil menantu oleh Nabi dengan menikahkannya dengan Fatimah, salah seorang putri Rasulullah, ia tidak berkesempatan membaiat abu bakar
sebagai khalifah, tetapi ia baru membaiatnya setelah Fatimah wafat.
Ali adalah seorang yang memiliki banyak kelebihan,
selain itu ia adalah pemegang kekuasaan. Pribadinya
penuh dengan vitalitas dan energik, perumus kebijakan dengan wawasan yang jauh
ke depan. Ia adalah pahlawan yang gagah berani, penasihat yang bijaksana,
penasihat hukum yang ulung, dan pemegang teguh tradisi, seorang sahabat sejati,
dan seorang lawan yang dermawan. Ia telah bekerja keras sampai akhir hayatnya
dan merupakan orang kedua yang berpengaruh setelah nabi Muhammad.
Beberapa hari pembunuhan Utsman, stabilitas keamanan
kota Madinah
menjadi rawan. Gafiqy bin Harb memegang keamanan ibu kota Islam itu selama kira-kira lima hari sampai terpilihnya
khalifah yang baru. Kemudian Ali bin Abi Thalib tampil menggantikan Utsman,
menerima baiat dari sejumlah kaum muslimin. Kota Madinah saat itu sedang kosong, para sahabat banyak
yang berkunjung ke wilayah-wilayah yang
baru di taklukkan. Sehingga hanya
beberapa sahabat yang masih berada di Madinah, antara lain Talhah bin Ubaidillah bin Zubair bin Awwam. Sedangkan tidak semua sahabat tersebut menyokong
Ali. Oleh karena itu Ali pun menanyakan keberadaan mereka karena merekalah yang
berhak menentukan siapa perang badar. Maka muncullah Thalhah, Zubair, dan Sa’ad membaiat Ali yang kemudian diikuti oleh banyak
orang, baik dari kalangan Anshar maupun Muhajirin, dan yang paling awal membaiat Ali adalah Thalhah bin Ubaidillah.
Tugas pertama yang dilakukan oleh khalifah Ali adalah
menghidupkan cita-cita Abu Bakar dan Umar, menarik kembali semua tanah dan
hibah yang telah dibagikan oleh Utsman kepada kaum kerabatnya kedalam
kepemilikan negara. Ali juga segera menurunkan semua gubernur yang tidak
disenangi rakyat. Utsman bin Hanif diangkat menjadi penguasa Basrah
menggantikan Ibnu
Amir, dan Qais bin Sa’ad dikirim ke mesir untuk menggantikan gubernur negeri
itu yang di jabat oleh Abdullah. Gubernur suriah, Muawiyah, juga diminta
meletakkan jabatan, tetapi ia menolak perintah Ali, bahkan ia tidak mengakui kekhalifahannya.
Oposisi terhadap khalifah secara terang-terangan
dimulai oleh Aisyah, Thalhah, dan Zubair. Meskipun masing-masing mempunyai
alasan pribadi sehubungan dengan penentangan terhadap Ali, mereka sepakat menuntut khalifah segera
menghukum
para pembunuh Utsman. Tuntutan yang sama juga diajukan oleh Muawiyah, bahkan ia memanfaatkan peristiwa berdarah itu
untuk menjatuhkan legalitas kekuasaan
Ali, dengan membangkitkan
kemarahan rakyat dan menuduh Ali sebagai orang yang mendalangi
pembunuhan Utsman, jika Ali tidak dapat menemukan dan menghukum pembunuh yang
sesungguhnya.
Akan tetapi, tuntutan mereka tidak mungkin dikabulkan
oleh Ali. Pertama karena tugas utama yang mendesak dilakukan
dalam situasi kritis yang penuh intimidasi seperti saat itu ialah memulihkan
ketertiban dan mengonsolidasikan keduduka kekhalifahan. Kedua, menghukum para pembunuh bukanlah perkara mudah, khalifah Utsman tidak dibunuh oleh hanya satu orang, melainkan
banyak orang dari Mesir, Irak,
dan Arab secara
langsung terlibat dalam perbuatan makar tersebut.
Khalifah Ali sebenarnya ingin meghindari pertikaian dan mengajukan
kompromi kepada Thalhah
dan kawan-kawan, tetapi tampaknya penyelesaian damai sulit dicapai. Oleh karena
itu, kontak senjata tidak dapat dielakkan lagi. Thalhah dan Zubair terbunuh
ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah dikembalikan ke Madinah. Peperangan ini terkenal dengan nama “ perang
jamal “ (perang unta), yang terjadi pada tahun 36 H, karena dalam pertempuran
tersebut Aisyah, istri Nabi mengendarai unta. Dalam pertempuran tersebut
sebanyak 20.000 kaum muslimin gugur. Segera sesudah menyelesaikan gerakan Thalhah dan kawan-kawan, pusat kekuasaan Islam dipindahkan ke kota Kufah, sejak itu berakhirlah Madinah sebagai ibu kota kedaulatan Islam dan tidak ada lagi seorang khalifah yang berkuasa
berdiam disana. Sekarang Ali adalah pemimpin dari seluruh wilayah Islam, kecuali Suriah.
Maka dengan dikuasainya Syiria oleh Muawiyah, yang secara terbuka menentang Ali, dan penolakannya atas perintah meletakkan jabatan
gubernur, memaksa khalifah Ali untuk bertindak. Pertempuran sesama muslim terjadi lagi, yaitu antara angkatan
perang Ali
dan pasukan Muawiyah
di kota tua Siffin,
dekat sungai Eufrat,
pada tahun 37 H. khalifah Ali mengerahkan 50.000 pasukan untuk menghadapi Muawiyah. Sebenarnya pihak Muawiyah telah terdesak kalah, dengan 7000 pasukannya
terbunuh, yang menyebabkan mereka mengangkat al-Qur’an sebagai tanda damai dengan cara tahkim. Khalifah
diwakili oleh Abu
musa al-Asyari,
sedangkan Muawiyah
diwakili oleh ‘Amr bin Ash yang terkenal cerdik. Dalam tahkim tersebut khalifah
dan Muawiyah
harus meletakkan jabatan, pemilihan baru harus dilaksanakan. Abu Musa pertama kali menurunkan Ali sebagai khalifah. Akan
tetapi, Amr bin Ash berlaku sebaliknya, tidak menurunkan Muawiyah tetapi justru mengangkat Muawiyah sebagai khalifah, karena Ali telah diturunkan oleh
Abu Musa.
Peperangan Siffin
yang di akhiri melalui tahkim, yakni perselisihan yang di selesaikan oleh dua
orang penengah
sebagai pengadil. Namun ternyata tidak menyelesaikan masalah, kecuali
menegaskan bahwa gubernur yang makar itu mempunyai kedudukan yang setingkat
dengan khalifah, dan menyebabkan lahirnya golongan Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan
pendukung Ali, yang berjumlah kira-kira 12.000 orang.
Kelompok Khawarij yang bemarkas di Nahrawan benar-benar
merepotkan khalifah, sehingga memberikan kesempatan kepada pihak Muawiyah untuk memperkuat dan meluaskan kekuasaannya
sampai mampu merebut Mesir. Akibatnya, sungguh sangat fatal bagi Ali. Tentara semakin lemah,
sementara kekuatan Muawiyah bertambah besar. Keberhasilan Muawiyah mengambil provinsi
Mesir, berarti merampas sumber-sumber kemakmuran dan suplai ekonomi dari pihak Ali.
Karena kekuatannya telah banyak menurun, terpaksa
khalifah Ali menyetujui perjanjian damai dengan Muawiyah, yang secara politis
berarti khlifah mengakui keabsahan kepemilikan Muawiyah atas Syiria dan Mesir. Kelompok Muawiyah juga berusaha sedapat mungkin untuk merebut
masa Islam dari
pengikut Ali, Muawiyah, dan Amr, sebab di yakini bahwa ketiga pemimpin ini merupakan sumber dari
pergolakan-pergolakan yang terjadi kemudian. Tepat pada 17 Ramadhan 40 H (661 M) khalifah
Ali terbunuh, pembunuhnya dalah Ibnu Muljam, seorang anggota Khawarij yang
sangat fanatik. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M) masa pemerintahan Ali
berakhir.
Hasan sebagai anak tertua Ali mengambil alih kedudukan
ayahnya sebagai khalifah kurang lebih selama lima bulan. Tentaraya dikalahkan
oleh pasukan Syiria,
dan para pendukungnya di Irak meninggalkannya sehingga dengan demikian tidak
dapat lebih lama lagi mempertahankan kekuasaannya, kemudian turun takhta.
Syarat-syarat yang tercantum dalam perjanjian perdamaian menjadikan Muawiyah penguasa absolut dalam wilayah kerajan Arab.
Pada bulan rabiuts tsani tahun 4 H (661 M) Muawiyah memasuki kota Kufah yang oleh Ali dipilih sebagai pusat kekuasaannya.
Sumpah kesetiaan diucapkan kepadanya di hadapan dua putra Ali, Hasan dan
Husain. Rakyat berkerumun di sekelilingnya sehingga pada tahun 4 H di sebut
sebagai ‘Amul Jama’ah, tahun jama’ah.
B. KEMAJUAN PERADABAN
PADA MASA KHULAFAURRASYIDIN
Masa
kekuasaan khulafaurrasyidin yang dimulai sejak Abu Bakar Ash-Shidiq hingga Ali
bin Abi Thalib, merupakan masa kekuasaan khalifah Islam yang berhasil dalam
mengembngkn wilayah Islam lebih luas. Nabi Muhammad yang telah meletakkan dasar
agama Islam di Arab, setelah beliau wafat, gagasan ide-idenya diteruskan oleh
para Khulafaurrasyidin dalam waktu yang relatif singkat telah membuahkan hasil
yang gilang gemilang. Dari hanya wilayah Arabia, ekspansi kekuasaan Islam
menembus ke luar Arabia memasuki wilayah-wilayah Afrika, Syiria, Persia, bahkan
menembus ke Bizantium dan India. Ekspedisi
ke negeri-negeri yang sangat jauh dari kekuasaan, dalam waktu tidak lebih dari
setengah abad merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah
memiliki pengalaman politik yang memadai.
Ada beberapa
faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian, antara lain
1. Islam, di samping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan
tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2. Dalam dada para sahabat Nabi
tertanam keyakinan yang sangat kuat tentang kewajiban menyerukan ajaran-ajaran
islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia.
3. Bizantium dan Persia, dua
kekuatan yang menguasai timur tengah pada waktu itu mulai memasuki masa
kemunduran dan kelemahan.
4. Pertentangan aliran agama di
wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama bagi rakyat.
5. Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan
toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agaamanya dan masuk islam.
6. Bangsa sami di syiria dan palestina, dan bangsa hami di mesir memandang
bangsa arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa eropa, bizantiuum, yang
memerintah mereka.
7. Mesir, Syiria, dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu
membantu penguasa islam untuk membiyayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
Pada masa kekuasaan para Khulafaurrasyidin, banyak kemajuan peradaban telah
dicapai. Di antaranya adalah munculnya gerakan pemikiran dalam Islam. Diantaranya gerakan pemikiran yang menonjol pada
masa Khulafaurrasyidin
adalah sebagai berikut.
a. Menjaga kautuhan Alqur’an Al-karim dan mengumpulkannya dalam bentuk
mushaf pada masa Abu Bakar.
b. Memberlakukan mushaf standar pda masa Utsman bin Affan.
c. Keseriusan mereka untuk mencari serta mengajarkan ilmu dan memerangi
kebodohan berislam para penduduk negeri.
d. Sebagian orang yang tidak senang kepada islam, terutama dari pihak
orientalis abad ke-19 banyak yang mempelajari fenomena futuhat al islaiyah dan
menafsirkannya dengan motif dbendawi. Mereka mengatakan bahwa futuhat adalah perang dengan motif
ekonomi, yaitu mencari dan mengeruk kekayaan negeri yang ditudukkan.
Interpretasi ini tidak sesuai dengan kenyataan sejarah yang berbicara bahwa
berperangnya sahabat adalah karena iman yang bersemayam di dada mereka.
e. Islam pada awal tidak mengenal pemisahan antara dakwah dan negara,
antara da’i maupun panglima.
Disamping itu, dalam hal peradaban juga terbentuk organisasi negara atau lembaga-lembaga
yang dimiliki pemerintahan kaum muslimin sebagai pendukung kemaslahatan kaum muslimin.
Organisasi negara tersebut telah dibina lebih sempurna, telah dijadikan sebagai
suatu nizham yang mempunyai alat-alat perlengkapan dan lembaga-lembaga menurut
ukuran zamannya telah cukup baik.
Dr. Hasan Ibrahim dalam bukunya “tarikh al-islam as-siyasi”
menjelaskan bahwa organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga negara yang ada
pada masa Khulafaurrasyidin,
diantaranya;
a.
Lembaga politik
Termasuk
dalam lembaga politik khilafah (jabatan kepala negara), wizarah(kementrian
negara), dan kitabah (sekretaris negara).
b.
Lembaga tata usaha negara
Termasuk
dalam urusan lembaga tata usaha negara, idaratul aqalim( pengelolaan pemerintah
daerah) dan diwan ( pengurusan departemen) seperti diwan kharaj ( kantor urusan
keuangan), dawanul barid (kantor urusan pos), dan departemen lainnya.
c.
Lembaga keuangan negara
Yang
termasuk adalah urusan-urusan keuangan dalam masalah ketentaraan, baik angkatan
perang maupun angkatan laut, serta perlengkapann dan persenjataannya.
d.
Lembaga kehakiman negara
Termasuk
dalamnya adalah urusan-urusan mengenai qadhi (pengadilan negeri), madhalim(
pengadilan banding) dan hisabah (pengadilan yang bersifat lurus dan terkadang
juga perkara pidana yang memerlukan pengurusan segera.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada empat peristiwa yang terjadi pada masa Abu Bakar
Ash shiddiq yaitu wafatnya Rasulullah saw (rabiul awal) , perang riddah, perang yarmuk, Abu Bakar wafat ( jumadil
akhir). Pada masa Umar bin Khattab yaitu penaklukan damaskus, perang qadisiyah,
penaklukan persia, penaklukan mesir, perang nahawand, dan penaklukan khurasan,
persia. Pada masa Utsman bin Affan yaitu penaklukan tarablusi dan afrika,
penaklukan Cyprus, perang Dzatu sawari, dan khurusan kembali ditaklukkan,
wafatnya Utsman. Dan pada masa Ali bin Abi Thalib yaitu perang jamal, perang
siffin dan tahkim, perang Nahawan, dan wafatnya Ali bin Abi thalib. Semuanya
berlangsung mulai dari tahun 11 H sampa dengan 41 H.
B. Saran
Demikian
makalah ini kami persembahkan. Semoga para pembaca, terutama dosen mata kuliah ini dapat merasa puas
dengan hasil dari makalah ini. kami minta saran untuk
menuju yang lebih sempurna atas perbaikan-baikan yang di lakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Mufrodi, Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab.
Jakarta: Logos.
Munir Amin, Samsul. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah
Shaban, M.A. 1993. Sejarah Islam. Jakarta: citra niaga Rajawali Pers.
https://muhlis.files.wordpress.com/2007/08/islam-masa-khulafaur-raosyidin.pdf
Sebagian
besar makalah ini bersumber dari referensi yang tertera di atas, jika ada
pihak yang merasa kami mengutip tanpa mencantumkan sumber mohon dikonfirmasikan kepada kami
demi menjaga kualitas tulisan kami.
Makalah Lengkap Peradaban Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin
Reviewed by Arbor Azure
on
January 29, 2017
Rating:
No comments: